Tuesday, August 26, 2014

Ini Kronologis Pelarangan Pemakaian Jilbab di Bali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Percikan intoleransi oleh sekelompok umat beragama terhadap umat lain yang beda keyakinan dapat ditekan dengan meningkatkan intensitas dialog di antara keduanya. Pasalnya, faktor penyebab penyulut tidak intoleransi adalah kurangnya komunikasi atau salah paham atas suatu kasus tertentu.

“Kita perlu lebih mengintensifkan komunikasi melalui Pusat Kerukunan Antarumat Beragama atau PKUB agar dialog antarumat beragama makin intensif,” kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kemenag Ida Bagus Yudha Triguna kepada Republika, akhir pekan lalu.

Secara normatif, lanjut dia, setiap warga negara harus diberikan hak untuk melaksanakan ibadah sesuai yang diyakininya. Untuk kaum Muslim dan Muslimat, lanjut dia, umat Hindu mempersilakan mereka untuk berjilbab karena begitulah atribut keagamaan yang mereka yakini
Ida Bagus menjelaskan, setelah melakukan verifikasi ke Kantor Wilayah Agama Provinsi Bali, isu pelarangan atribut keagamaan di Pulau Dewata bermula dari surat dari perusahaan-perusahaan BUMN kepada karyawannya pada Ramadan lalu, agar memakai pakaian Muslim.
Padahal, tidak seluruh karyawan di Bali merupakan Muslim, karena warga di sana didominasi oleh pemeluk agama lain. Kemudian, sambung dia, The Hindu Center of Indonesia pun meminta agar surat seperti itu tak berlaku di Bali. “Kepala BUMN di Bali kemudian bisa memahami kawan The Hindu Center, sehingga kemudian pakaian itu tidak diberlakukan untuk semua,” ujar Ida Bagus.

Dalam ajaran Hindu, kata dia, ada ajaran bernama Catur Guru Bakti, di mana umat Hindu harus hidup berbakti kepada orang tua, guru di sekolah, teman-teman yang sama atau berbeda keyakinan serta wajib turut kepada pemerintah.

Ida Bagus menyatakan, dalam sejarah hubungan umat Hindu dan Islam, selalu berjalan dengan damai. Sebab mengutip proposisi dari George Homans, semakin tinggi frekuensi interaksi, semakin besar peluang suka-menyukai. “Di Bali, dua golongan tersebut sudah lama hidup berdampingan dan berinteraksi dengan baik,” kata rektor Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar tersebut.
Ia juga mengimbau agar seluruh umat Hindu dan umat beragama lainnya agar tidak terpancing dengan isu yang berpotensi saling membenturkan satu sama lain. Sebagai pembantu Menteri Agama, ia bertugas turut mendengungkan tentang semangat toleransi dan hidup berdampingan dengan rukun dan damai.

Dia menegaskan, dalam ajaran Budha, tidak dibenarkan bagi umatnya melakukan tindak intoleransi, apalagi melarang umat agama lain untuk menggunakan atribut keagamaan sesuai yang diyakininya. Bukanlah representasi umat bali, lanjut dia, jika dalam sejumlah media, diberitakan tentang sekelompok umat Hindu Bali yang melakukan tindak intoleransi.

“Kalau ada sekelompok kecil organisasi yang mencoba melakukan koreksi terhadap kebijakan satu perusahaan tertentu, itu adalah kesalahpahaman,” katanya.

Toko di Inggris menjual jilbab untuk pelajar

Saat ini sedang ramai mengenai pelarang penggunaan jilbab di beberapa negara, namun di Inggris ada toko yang menjual jilbab untuk pelajar. Simak berita dari Republika berikut ini:

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- John Lewis, department store yang berbasis di Inggris untuk kali pertama menawarkan jilbab di departemen seragam sekolahnya. Penjualan jilbab bagi pelajar Muslim ini dikarenakan tahun masuk ajaran sekolah akan segera tiba.

"Kami menyediakan seragam untuk 350 sekolah di seluruh negeri," kata juru bicara John Lewis Department Store seperti dilansir Al Arabiya.

Ia menambahkan sekolah menginformasikan kepada department store terkait barang yang mereka inginkan untuk dijual sebagai bagian dari daftar seragam sekolah. John Lewis menandatangani kontrak dengan dua sekolah.

Jilbab dijual seharga 15 dolar AS per item. John Lewis memenangkan kontrak untuk memasok seragam ke sekolah Islamia Girls di utara-barat London dan Belvedere Academy di Liverpool. 

Muslim Inggris tak Lagi Kesulitan Cari Seragam dan Hijab

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Toko ritel terbesar di Inggris, John Lewis menjalin kerjsama dengan dua sekolah besar Islam. Kerjasama itu mencakup penjualan seragam sekolah termasuk jilbab.

"Kami menyediakan seragam untuk 350 sekolah di seluruh negeri," seorang juru bicara dari peritel raksasa John Lewis, seperti dilansir onislam.net, Senin (18/8).

Salah satu dari dua sekolah tersebut adalah Sekolah Islamia Girls 'di barat laut London yang didirikan pada tahun 1983 oleh Yusuf Islam, dahulu dikenal dengan Cat Steven. Juga the Belvedere Academy di Liverpool didirikan 130 tahun yang lalu.

Melihat perkembangan ini, antusiasme tinggi terlihat dari para orang tua. Mereka biasanya mengandalkan toko-toko khusus.

Tahun lalu,  politikus Liberal Demokrat, Jeremy Browne, melontarkan wacana apakah Inggris perlu meniru langkah Prancis soal larangan hijab. Sebagian besar pemimpin Muslim di Inggris menolak wacana tersebut.

Kenakan Hijab di Pantai, Muslimah Prancis Dicemooh

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Nada sinis terlontar dari sosok politikus Prancis, Nadine Morano, terkait beredarnya foto Muslimah berhijab yang tengah duduk santai di pantai. Ia mengatakan foto itu cermin serangan terhadap budaya Prancis. 
Komentar itu disayangkan komunitas Muslim Prancis. "Dia bilang setiap orang harus menghargai nilai-nilai Republik Prancis. Ini artinya, dia juga harus menghormati umat Islam," ucap Kepala Observasi Nasional Prancis untuk Masalah Islamofobia, Abdallah Zekri, seperti dilansir France24, Ahad (24/8)
Zekri mengatakan tidak pernah komunitas Muslim mengeluhkan masalah adanya pantai dengan isi orang telanjang. Umat Islam pun tidak berkomentar bagaimana wisatawan Prancis hanya mengenakan bikini ketika mengunjungi pantai Marako atau Tunisia.
"Ada baiknya, Morano memikirkan dirinya sendiri sebelum memberikan nasihat kepada orang lain," ucap dia..
Politikus Kanan Tengah Prancis, Valerie Percresse mengatakan selama individu tidak melanggar hukum, maka ia bebas mengenakan apapun yang diinginkan. Blogger, Fouzia Rakza Bouzaoui, mengatakan bahwa Morano harus khawatir tentang 20.000 serangan seksual di Prancis setiap tahun